Dismas Atau Gestas?

Vol 1 No.34

BROT

Romo Paulus C. Siswantoko, Pr.

11/23/20251 min baca

Dalam Injil Lukas hari ini, disebutkan begitu banyak orang yang mengolok-olok Yesus, bahkan salah seorang penjahat yang berada di sebelah Yesus juga ikut mengolok-olok Dia. Namun saya terkesima dengan penjahat lainnya, yakni Dismas. Dismas bisa mengenali diri Yesus yang sebenarnya di tengah-tengah hujatan orang banyak, bahkan ia mengakui bahwa Yesus adalah Raja. Hal yang tak mudah dilakukan di tengah situasi seperti itu. Ini membawa saya dalam sebuah refleksi. Mampukah saya melihat lebih dalam sehingga dalam kondisi menderita saya masih mampu untuk melihat sosok Yesus dalam hidup saya? Ataukah, saya masih terjebak untuk melihat lapisan terluar saja sehingga saat menderita, saya cenderung menyalahkan Tuhan dan keadaan?

Jujur, berat rasanya untuk menjadi sosok Dismas. Bagi saya, lebih mudah menjadi sosok Gestas (penjahat yang tidak bertobat). Gestas mewakili sebagian dari kita yang suka mengikuti arus dunia, dimana saat ada orang yang diolok-olok, dibooh bahkan mungkin difitnah, kita pun turut ambil bagian, bahkan menambahkan bumbu sehingga berita yang beredar semakin panas dan seru. Menurut saya pribadi, menjadi Gestas lebih mudah karena seringkali sebagai manusia sosial, kita butuh diakui, ditemani sehingga ketika kita menjadi sosok yang berbeda, kita merasa takut ikut dikucilkan.

Perunungan ini membuat saya berpikir, apa yang bisa saya lakukan sehingga saya tak lagi menjadi sosok Gestas? Apa yang bisa saya lakukan agar saya bisa seperti Dismas yang berani memberikan teguran, mau bertobat, dan mengakui Yesus sebagai Tuhan Raja Semesta Alam? Saya menemukan sebuah jawaban untuk diri saya, yakni memiliki sikap hati yang terbuka akan Roh Kudus. Hadiah terindah dari Yesus itulah yang akan memampukan kita untuk menjadi Dismas di saat sisi Gestas kita ingin muncul.